WELCOME TO OUR WEBSITE

Senin, 19 Desember 2011

Sejarah Kepulauan Bangka Belitung


Menyambut HUT RI ke-65, BUKJAM menulis kisah tentang peranan orang Tionghoa Bangka (Thong Ngin) ke dalam pemerintahan daerah pada masa awal kemerdekaan dan masa pembuangan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta di Pulau Bangka.
Pada 10 Desember 1946 lahirlah sebuah keputusan oleh Letnan Gouverneur General Nederlandsch Indie menjadikan Bangka sebagai daerah otonom melalui terbentuknya Dewan Bangka Sementara (Voorlopige Bangka Raad). Dewan Bangka Sementara ini merupakan lembaga pemerintahan yang tertinggi di Bangka, diresmikan 10 Februari 1947 dengan diketuai oleh Masyarif Datuk Bendaharo Lelo, beraggotakan 25orang, 14 orang Indonesia (13 dipilih, 1 diangkat oleh residen), 9 orang Tionghoa (8 dipilih, 1 diangkat oleh residen, 2 orang Belanda (1 dipilih, 1 diangkat oleh residen). Ini adalah merupakan pemerintahan resmi pertama di Bangka setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Sejak awal pemerintahan di Bangka terbentuk orang-orang Tionghoa Bangka (Thong Ngin Bangka) sudah terlibat didalamnya. Melalui surat keputusan 12 Juli 1947 No.7 (Stbl. 1947 no.123) ”Dewan Bangka Sementara“ menjadi Dewan Bangka yang dilantik 11 November 1947. Hingga akhirnya 22 April 1950 diserahkannya mandat Dewan Bangka ke Gubernur Sumatera Selatan Dr. M. Isa, selanjutnya Bangka berada dibawah seorang residen bernama Raden Sumarjo.
Perjuangan Kemerdekaan Rakyat Bangka melawan penjajahan Belanda tidaklah sedikit mulai dari perlawanan sipil hingga perlawanan tentara rakyat. Baik perlawanan yang sporadis maupun perlawanan yang terorganisir. Semangat nasionalisme Rakyat Bangka, mengalami puncaknya ketika kedatangan Presiden Sukarno dan Menteri Luar Negeri Agus Salim pada 6 Februari 1949. Ini terlukis dalam tulisan Abdullah “…Minggu pagi tanggal 6 Februari 1949 kelihatan berbondong-bondong arus manusia hilir mudik dan berkelompok-kelompok menanti di pinggir-pinggir jalan besar, mendengar berita kapan dan dimana Bung Karno akan mendarat. Mereka yang punya duit atau yang punya kendaraan pribadi dan atau yang punya animo besar terhadap kedatangan Bung Karno tersebut, berkelompok-kelompok sudah menuju ke lapangan udara Kampung Dul, tempat kemungkinan besar Bung Karno akan mendarat, dengan pertimbangan takkan mungkin dengan kapal laut. Setelah agak lama mereka menunggu, terbetik berita, entah dari mana datang sumbernya mengatakan Bung Karno dan Haji Agus Salim akan tiba dengan pesawat katalina lewat Pangkal Balam…Dari mulai simpang Pangkal Balam sampai di lingkungan dermaga yang dibatasi denan kawat berduri, sudah penuh sesak manusia berdiri dan hilir mudik, mencari kesempatan untuk dapat masuk ke pelabuhan.Di muka pintu masuk polisi kolonial dengan senjatanya berjaga-jaga dengan ketatnya. Sebentar-sebentar mereka bergerak menghalau orang-orang yang terus mau maju…Di tengah kerumunan manusia yang berjejal tersebut terdengar bunyi klakson mobil. Tiga buah sedan setelah bersusah payah membelah arus manusia, akhirnya dapat juga masuk sampai di pinggir dermaga. Dari sedan-sedan tersebut keluar perutusan BFO Anak Agung Gde Agung (NTT), Ateng Karmamiharja, disertai delegasi RI yaitu Dr. Darma Setiawan, Sujono dan Dr. Leimena. Kemudian keluar lagi rombongan Mr. Moh. Roem…Sekitar lebih kurang pukul 10.00 pagi, kedengaran bunyi pesawat udara. Tak lama antaranya sebuah pesawat Katalina tampak mendekat. Semua mata tertuju ke pintu pesawat. Jantung berdetak keras. Apakah betul Bung Karno yang datang itu Presiden RI tercinta? Hanya sesaat, tapi terasa lama sekali. Dengan stelan abu-abu, dan peci hitamnya yang terkenal tak pernah lekang dari kepala. Tak salah lagi, itu dia, Bung Karno. Menyusul kemudian Haji Agus Salim mengenakan stelan putih dengan mantel abu-abu, bertongkat, berkacamata dan peci hitam.Jelas nampak jenggotnya yang lancip dan sudah mulai memutih…saat Bung Karno menjejakan kakinya di dermaga Pangkal Balam, tiba-tiba datang Mat Amin (Alimin) berjongkok menyilakan Bung Karno naik ke pundaknya. Perawakan Mat Amin sebagai supir krant memang cukup kekar ditambah dengan semangatnya yang meluap-luap. Ia seperti santai saja seperti mendapat kepuasan tersendiri. Sampai di gerbang pelabuhan keadaan sudah sudah tidak dapat dikendalikan lagi…Tak ada lagi yang sanggup melontarkan pekik merdeka. Kerongkongan terasa tersumbat. Air mata haru mulai mengalir.
Sebuah sedan Plymouth putih BN 2 kendaraan dinas Masyarif disediakan khusus untuk kedua orang pemimpin, tapi Bung Karno lebih senang duduk diatas kap depannya saja. Tjhia Ka Tjong (Chia Ka Cong) dari Ipphos Fotocorrespondent dengan pembantu-pembantunya sibuk mencari dan menanti snap yang bagus. ..hingga pukul 12.30 kendaraan masih di Pangkal Balam. Sampai di kampung Lembawai. Mesin mobil dimatikan. Mobil berjalan pelan, didorong oleh para pemuda yang tegap-tegap…Akhirnya sekitar pukul 14.00 baru tiba di rumah Masyarif “. Demikian lukisan kisah Abdullah yang terang atas peristiwa pengasingan Bung Karno di Pulau Bangka.
Rakyat Pulau Bangka terus berdatangan Tua Muda, Laki Perempuan, Thong Ngin Fan Ngin semua bersatu menyambut kedatangan Presiden Sukarno. Ada rasa persatuan, kebersamaan, kebanggaan, antusiasme dan euforia kemerdekaan di dalam menyambut pemimpin tertinggi Republik Indonesia kala itu. Kemudian Bung Karno berkumpul dengan Bung Hatta yang sudah tiba lebih dulu untuk diasingkan di mentok, di Wisma Tambang Timah Bangka (TTB) di Gunung Manumbing. Bung Karno, Bung Hatta, Haji Agus Salim dan beberapa pertinggi Indonesia kala itu menjalani tahanan rumah di tempat pembuangan, di Gunung Manumbing, Mentok, Pulau Bangka. Di tempat pembuangan inilah Bung Karno tetap menjalani funginya sebagai Kepala Negera dengan segala keterbatasannya. Ia bertemu pula dengan berbagai pemimpin pergerakan, pemimpin organisasi Tionghoa Bangka, pemuda-pemuda pejuang, dan lain sebagainya. Kesan yang mendalam akan seorang Bung Karno, tergores dalam di hati sanubari Rakyat Bangka kala itu. Masyarif, Mat Amin, Tjhia Ka Tjong (Chia Ka Cong), Bung Karno, Bung Hatta, Haji Agus Salim semua sudah pergi, namun rasa persatuan, kebersamaan, kebanggaan, antusiasme dan euforia kemerdekaan masih ada di tengah-tengah orang-orang Bangka hingga kini.MEERDEKAAA!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar